RakyatPost.id, Medan,– Arah penanganan perkara suap dan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara yang menyeret Topan Ginting kembali bergeser setelah majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan menyoroti peran Efendi Pohan, salah satu pihak yang disebut memiliki tanggung jawab paling besar dalam pusaran kasus tersebut.
Dalam sidang terbaru yang menghadirkan Efendi Pohan sebagai saksi, ia memberikan keterangan yang justru memperkuat dugaan keterlibatannya sendiri dalam skema suap Topan Ginting kepada Mulyono, mantan Kepala Dinas PUPR Sumut.
Dari pengakuannya, terlihat adanya alur komando dan peran yang tak bisa dianggap kecil.Hakim yang memimpin persidangan langsung merespons tegas. Pengakuan itu dianggap bukan sekadar keterangan pendukung, melainkan indikasi kuat adanya peran sentral Efendi Pohan dalam praktik suap yang merugikan keuangan negara dan merusak integritas proyek-proyek strategis Provinsi Sumut.
“Saudara saksi telah mengakui peran dalam peristiwa pidana yang sedang diadili. Oleh karena itu, penyidik harus menerbitkan sprindik khusus untuk Efendi Pohan,” ujar hakim di ruang sidang, menegaskan bahwa hukum tidak boleh berhenti pada seleksi nama yang sudah lebih dahulu menjadi tersangka.
Kasus suap Topan Ginting sendiri merupakan bagian dari dugaan korupsi berjaringan dalam proyek pembangunan dan peningkatan jalan di Sumatera Utara.
Nilai proyeknya mencapai ratusan miliar rupiah, dengan pola bagi-bagi fee, pengondisian paket, hingga intervensi pejabat. Topan Ginting—kontraktor yang sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka—mengalirkan suap sebesar Rp1,1 miliar kepada Mulyono.
Dalam persidangan, keterangan Efendi Pohan tidak hanya membuka alur pemberian suap, tetapi juga menunjukkan perannya dalam mengatur skema teknis di belakang layar.
Fakta ini membuat hakim menilai bahwa proses hukum terhadap dirinya wajib dibuka secara mandiri, tidak cukup hanya dari keterangannya sebagai saksi.Koordinator Nasional Kamak Azmi Hadly menyambut baik langkah majelis hakim tersebut.
“Jika negara serius membersihkan praktik suap dan mafia proyek, maka semua nama yang disebut dalam persidangan harus diproses. Sprindik khusus terhadap Efendi Pohan adalah langkah mendasar,” ujarnya.
Masyarakat kini menunggu keberanian aparat penegak hukum, terutama penyidik KPK atau Kejati Sumut, untuk mengeksekusi perintah hakim ini. Banyak pihak menilai bahwa penanganan kasus suap Topan Ginting akan menemukan peta lengkapnya bila Efendi Pohan turut diperiksa sebagai terlapor dalam sprindik khusus.
Perkembangan kasus ini menjadi penentu apakah pemberantasan korupsi di sektor infrastruktur Sumatera Utara berjalan lurus atau kembali tersendat oleh kepentingan di luar hukum. (Red)














